Partai Unggul Vs Partai Lemah

Jika kita analisa pemilu 2014, hendak kita dimulai dengan sebuah paradigma ideal bahwa partai yang unggul (excellence) adalah organisasi yang unggul. 

Konsep keunggulan ditarik dari asumsi yang diperkenalkan oleh Muriel James dan Dorothy Jongeward dalam bukunya, Born to Win (1971), yang mengatakan bahwa setiap individu terlahir dengan potensi untuk menang. Konsep "menang" tidak selalu berarti "harus ada yang kalah", melainkan bahwa yang bersangkutan mampu melakukan transformasi dari ketidakberdayaan menjadi mandiri. 

Konsep ini digabungkan dengan tesa dari Rosabeth Moss Kanter dalam When Giants Learn to Dance (1989) yang mengatakan bahwa organisasi yang unggul dibentuk oleh individu yang unggul, yang masing-masing independen dan mampu membentuk tim dengan pola interdependen.

Dari sini ditarik asumsi dasar bahwa partai politik yang unggul adalah organisasi yang unggul, yaitu organisasi yang terdiri atas individu yang mandiri dan mampu mengembangkan kerja sama yang saling mengisi dan saling mendukung (interdependen). Secara teoretis, siapa yang menguasai ini maka pemenang Pemilu 2014 adalah partai politik yang masuk kategori organisasi yang paling unggul dibanding pesaingnya. 

Dalam hal ini, bila kita melihat beberapa partai lokal Aceh, Partai Aceh, Partai Nasional Aceh dan (PNA) memiliki ciri-ciri yang paling unggul secara analisa excellence institution, yang dibentuk oleh excellent peoples (jumlah kader-kader unggul dengan jaringannya).

Pada sisi yang lain, karena budaya politik elite Aceh hari ini mengacu nilai budaya untuk mencapai puncak kekuasaan. Budaya politik elite seperti ini mengacu kepada prinsip bahwa kekuasaan adalah tujuan itu sendiri, dan bukan sarana mencapai kesejahteraan bersama bagi seluruh rakyat Aceh.

Kilas balik kebelangkang, bahwa proses politik selama 2 tahun paska MoU Helsingki menampakkan gejala tersebut. Sayangnya budaya politik elite ini sesuai dengan budaya politik massa yang malas dan senang menggantungkan diri. 

Dimana masyarakat kita berisi individu-individu yang tidak cukup punya karakter born to win. Sebab, masyarakat kita adalah masyarakat yang senang menggantungkan diri kepada orang lain, benda lain, atau bahkan negara lain.

Budaya politik ini sering diberi label sebagai "paternalistik", sebuah identifikasi yang menggambarkan betapa masyarakat lebih suka menggantungkan diri pada pimpinan dari pada kerja keras seluruh warga. 

Bahkan, dalam pemulihan ekonomi, elite kita pun terpengaruh oleh budaya tergantung itu dengan tetap menggantungkan sebagian besar program pemulihan ekonomi-khususnya yang bersifat strategis -kepada negara lain dan/atau institusi global daripada bekerja keras secara bersama-sama. 

Nah, apabila kita hendak menjadikan rakyat dan demokrasi sebagai "pemenang" Pemilu, maka tugas para elite politik untuk menggeser fatwa kelembagaannya ke arah organisasi yang unggul (excellence institution) yang dibangun oleh para pendukung yang unggul pula (yang berprinsip born to win). 

Devisi Riset dan Pengkajian Lp2M Aceh Utara

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan, dan kesejahteraan petani Aceh

MISI
Memfasilitasi, mengadvokasi, mencerdaskan dan menjembatani aspirasi petani Aceh untuk terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan dan kesejahteraan petani.