Implementasi Ekonomi Islam Bidang Produksi di Era Umar bin Khattab

Dalam literatur sejarah peradaban Islam, salah satu periode yang dapat diambil sebagai sumber bahan kajian model ekonomi Islam adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab sebagai representasi masa kejayaan Islam dalam segala bidang, termasuk dalam ekonomi. Nabi Muhammad SAW menyampaikan: “Ikutilah dua orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar kemudian. Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya.”

Dasar-Dasar Ekonomi Umar bin Khattab

Terminologi produksi di dalam fikih Umar adalah islahul maal (memperbaiki harta), kasab (berusaha), itnarwh (memakmurkan), dan ihtiraf (bekerja). Makna semua aktivitas produksi barang dan jasa adalah memperbaiki apa yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh pemilik dan masyarakat seperti tanah, keahlian, berdagang, dan bekerja sebagai pegawai pemerintah. Nilai akhir dari makna produksi merupakan salah satu bentuk kesungguhan bekerja (jihad fi sabillillah).

Karakteristik nilai makna manfaat dalam ekonomi Islam adalah dibenarkan syariah, tidak mengandung unsur bahaya bagi orang lain, dan mencakup manfaat dunia dan akhirat secara seimbang (jasmani dan ruhani). Umar mengatakan, memenuhi kebutuhan hidup minimum keluarga dan masyarakat, mendapat pahala yang lebih baik dari pada mengkhususkan beribadah terus-menerus di dalam masjid tanpa melakukan produktivitas.

Kaidah-kaidah produksi

1. Akidah (keyakinan)

Akidah mendorong keyakinan produsen bahwa aktivitasnya dalam perekonomian merupakan bagian dari peranannya dalam kehidupan. Jika peran tersebut dilaksanakan dengan ikhlas dan cermat, akan menjadi ibadah baginya. Juga keyakinan bahwa hasil usaha, keuntungan, dan rezeki yang diperolehnya semata-mata karena pertolongan Allah dan takdir-Nya.

2. Ilmu

Umar melarang keras melakukan aktivitas perekonomian jika tidak memiliki landasan ilmu hukum syariah. Beliau mengatakan, “tidak boleh berjualan di pasar kami melainkan orang yang benar-benar memahami agama.” Firman Allah SWT dalam Alquran, “ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang tidak sempurna akalnya dalam mengelola harta yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa: 4)

3. Amal

Umar sangat menekankan atas kehalalan sumber produksi dan menghimbau masyarakat agar menjauhi aktivitas yang haram dan subhat. Umar mengatakan, sesungguhnya berdagang tidak halal melainkan dalam sesuatu yang halal dimakannya dan diminumnya. Pernyataan ini menjelaskan adanya hubungan yang erat antara produksi dan konsumsi.

Prinsip-Prinsip dalam Produksi

1. Akhlak

Umar mengingatkan akhlak seorang produsen agar tidak melakukan kebohongan, kecurangan, menjual atas penjualan orang lain, menimbun, dan merugikan orang lain. Indikator lain mengenai perilaku buruk seorang produsen adalah memahalkan harga, mengeksploitasi, dan menunda dalam melaksanakan hak, sehingga Allah tak akan segan-segan menghapuskan keberkahan dari hartanya, hingga dia pailit dan terlilit utang.


2. Kualitas
Kualitas produksi tidak hanya berkaitan dengan tujuan materi semata, namun sebagai tuntunan Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Sebab, prinsip dasarnya bahwa seorang muslim selalu berupaya menekankan kualitas semua pekerjaannya dan memperbaiki seluruh produknya, merupakan bentuk aplikasi firman Allah, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Allah menguji kamu siapa diantaramu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

3. Skala Prioritas Produksi

Beragamnya tujuan produksi, haruslah sesuai dengan tujuan syariah. Tentunya dengan memperhatikan prioritas terhadap produksi barang-barang kebutuhan primer sebelum kebutuhan sekunder dan tersier, tanpa mengabaikan keuntungan usaha dan jumlah biaya produksi.

Prinsip-prinsip tersebut, jika dijalankan akan berdampak positif dan mendapat keuntungan-keuntungan yang sesuai dengan kaidah syariah. (http://salmanitb.com/)

0 komentar:

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan, dan kesejahteraan petani Aceh

MISI
Memfasilitasi, mengadvokasi, mencerdaskan dan menjembatani aspirasi petani Aceh untuk terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan dan kesejahteraan petani.