Perlindungan Petani Belum Maksimal

SELAMA ini. Petani belum menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Ketika musim panen, harga jual gabah rendah. Spekulasi dan permainan pangan terjadi oleh tengkulak dan ini diperparah dengan kegiatan pemerintah yang rajin melakukan impor beras. 

Bibit dan pupuk harus diperoleh petani dengan harga mahal. Belum lagi lahan pertanian yang semakin sempit akibat modernisasi pembangunan. 
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani memuat langkah perlindungan dan pemberdayaan petani Indonesia. Seperti yang tertuang dalam pasal 4 dan meliputi perencanaan, perlindungan, pemberdayaan, pembiayaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat.

Perencanaan P3 ini masuk dalam rencana pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun dalam hal pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD. Dengan bahasa sederhana, perencanaan nantinya menjadi sebuah sistem yang bersifat integral menyangkut bagaimana P3 ini dilakukan.
Dalam pasal 15 ayat (1) pemerintah wajib mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Ini artinya ketergantungan impor harus dikurangi. Menurut data BPS tahun 2011, untuk produksi padi Indonesia saja, jumlahnya mencapai 68,01 juta ton.
Pemerintah selama ini hanya mengambil opsi jangka pendek, yakni impor yang justru tidak berpihak pada petani nusantara. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan misalnya perluasan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian yang saat ini hanya 13,57 hektare.
Pemanfaatan lahan-lahan tidur yang belum tergarap, bukan ’’memberikan’’ pada perusahaan besar skala multinasional yang tak jarang terjadi kebocoran penerimaan pendapatan negara. Selain itu, pembangunan infrastruktur harus intensif, semisal bendungan, jalur irigasi, gudang, dan pasar. (*)

0 komentar:

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan, dan kesejahteraan petani Aceh

MISI
Memfasilitasi, mengadvokasi, mencerdaskan dan menjembatani aspirasi petani Aceh untuk terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan dan kesejahteraan petani.