Bendera Aceh Dalam Kontroversi

BANDA ACEH - Ratusan pendukung bendera bulan bintang tidak dapat masuk Jalan Mansur Syah menuju kantor ke pendopo, rumah dinas Gubernur Aceh, Kamis (4/4/2013). Sebab, TNI bersenjata lengkap menghadang di jalan.

Sebelumnya, massa berunjuk rasa di gedung Gubernur Aceh. Kemudian mereka bergerak ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Setelah itu, massa beralih ke arah pendopo. Namun dihadang polisi dan tentara.


Massa terkonsentrasi di perempatan depan Kantor Kodim 0101 Banda Aceh. Mereka berorasi kemudian dilanjut menyanyikan Sion Bendera sembari mengibarkan bendera bulan bintang.


Tentara makin ramai. Tiga tank dikeluarkan berhadapan dengan massa. Massa semakin maju. Tank kemudian mundur. Demonstran bergerak untuk menyambut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gumawan Fauzi. Kata Aidil, massa akan menuju Meuligo Gubernur Aceh untuk menuntut Mendagri agar bendera bintang bulan disahkan segera untuk menjadi perekat masyarakat Aceh. 


Sementara itu Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, dikabarkan akan menginap di Kota Banda Aceh, Kamis malam 4 April 2013. Hal ini dilakukan agar polemik Qanun Bendera dan Lambang Aceh segera tuntas. Dan hingga Kamis siang pukul 15.45 Wib, rapat antara jajaran Kemendagri dengan Pemerintah Aceh, masih terus berlangsung. Rapat yang digelar di Meuligoe Aceh ini tertutup untuk wartawan.

Sementara itu, ribuan pendukung bendera Aceh masih bertahan di Simpang Kodim, Kota Aceh Besar. Massa terus menggelar orasi dengan dikawal ketat personil TNI dan kepolisian. 

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui ikut serta membahas mengenai bendera yang akan digunakan di Aceh bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat Aceh. Pertemuan tersebut, kata Kalla, juga dihadiri Yusril Ihza Mahendra dan beberapa tokoh nasional lainnya.

Pertemuan tersebut digelar di Hotel Sultan, Jakarta, pada 11 November 2012. Tokoh nasional yang datang, tutur Kalla, dimintai pendapat mengenai bendera yang cocok untuk masyarakat Aceh.
"Iya, waktu itu disarankan Yusril, agar lebih mempersatukan seluruh masyarakat Aceh untuk membuat bendera yang memberikan nuansa masa kejayaan Aceh," kata Kalla di sela-sela acara HUT keenam Baitul Muslimin Indonesia di Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (29/3/2013).

Saat itu, kata dia, disepakati bahwa bendera yang nantinya digunakan, sesuai dengan saran Yusril, yakni bendera yang memiliki gambar bulan bintang dengan latar belakang warna merah, tetapi ada tambahan gambar pedang.

Namun, apa yang disepakati ternyata berbeda dengan yang disepakati oleh DPRD Aceh. Kini yang berkibar di negeri "Serambi Mekah" tersebut adalah bendera GAM.

Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku heran dengan penetapan bendera Aceh yang mirip dengan bendera milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM).  Menurut Yusril, penetapan bendera milik GAM itu melanggar kesepakatan dari pertemuan konsultasi antara Gubernur Aceh dengan sejumlah pejabat Pemerintah termasuk unsur Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid, dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, di Hotel Sultan, Jakarta pada 17 Desember 2012.

"Dalam pertemuan itu disepakati menggunakan simbol bendera Kesultanan Aceh," kata Yusril, Jakarta, Selasa (2/4/2013). Dia mengatakan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah mengundang banyak tokoh, untuk meminta masukan penentuan bendera Aceh dan lambang Aceh sebagaimana yang ada dalam perjanjian Helsinki. Bendera itu harus mencerminkan budaya, bukan simbol kedaulatan Aceh. Semua tokoh yang diundang sepakat bahwa penentuan bendera dan lambang jangan sampai menimbulkan polemik dengan pemerintah pusat.

Bahkan, menurut Yusril, ketika dipilih bendera berwarna merah dengan gambar bulan sabit dan bintang, serta bentuk pedang yang terdiri tulisan berbahasa Arab, yang hadir dalam pertemuan tersebut ikut tertawa "(Tapi) kenapa bendera yang disahkan Pemprov Aceh sekarang berbeda dengan yang diusulkan di pertemuan lalu?" tanya Yusril. Meski begitu, Yusril berharap kontroversi pemerintah pusat dengan Pemprov Aceh bisa diselesaikan segera dengan tidak merugikan NKRI.

Pengesahan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh menuai kontroversi. Lantaran, bendera yang disahkan DPR Aceh dan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, menyerupai bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Susilo mengatakan, meski qanun sudah disahkan DPR Aceh, namun tetap dapat dibatalkan kalau terbukti melanggar konstitusi. Qanun itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan lebih tinggi, salah satunya Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) 7/2007. "Kalau mengarah ke bendera gerakan separatis, qanun tidak bisa diberlakukan," katanya. 

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berharap masalah bendera dan lambang Aceh tidak ditarik ke ranah politik. Sebaiknya, Pemerintah Provinsi Aceh dan DPRD Aceh mengikuti proses hukum dalam menyelesaikan masalah ini.

"Kalau dengan sistem hukum tidak ada masalah. Tapi kalau dibawa ke politik, bisa ditafsirkan macam-macam," kata Gamawan di Kantor Presiden Jakarta, Rabu ( 3/4/2013 ). Bendera Aceh yang disahkan DPR Aceh pada 22 Maret 2013 menuai kontroversi karena dinilai terlalu mirip bahkan sama dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka.

Kementerian Dalam Negeri telah melakukan evaluasi dan menyerahkan hasil klarifikasi mengenai bendera dan lambang Aceh yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Pemerintah Provinsi Aceh diberi waktu 15 hari untuk mempelajari 12 poin klarifikasi Kementerian Dalam Negeri itu.
Gamawan mengatakan, masyarakat Aceh tidak perlu kehilangan muka dengan evaluasi Qanun. Pemerintah pusat, kata dia, juga tidak perlu membesar-besarkan.

Evaluasi terhadap perda oleh Kemendagri merupakan hal biasa. "Banyak perda-perda yang kami batalkan. Sudah 8.500 lebih perda dievaluasi dalam waktu 3,5 tahun ini termasuk Qanun di dalamnya. Ini bukan yang pertama qanun-nya," kata Gamawan.

Gamawan menambahkan, Pemprov Aceh seharusnya fokus pada kerja mensejahterakan rakyat Aceh pascaperdamaian. Mereka, kata dia, jangan terusik dengan masalah kecil seperti halnya bendera dan lambang Aceh.

Rencananya, Gamawan dan tiga Dirjen Kemendagri akan ke Aceh Kamis (4/4/2013), untuk bertemu Gubernur Aceh dan membicarakan hasil evaluasi Kemendagri terhadap Qanun. Pemprov Aceh dan DPRD Aceh, kata dia, harus bisa memahami bahwa bendera dan lambang Aceh harus diubah.

Seperti diberitakan, bendera Aceh sudah dikibarkan di berbagai daerah di Aceh. Gubernur Aceh Zaini Abdullah meminta warga bersabar dan tak mengibarkan bendera Aceh. Pemerintah Aceh akan mempelajari secara saksama selama 15 hari hasil klarifikasi Kemendagri.


Pengamat hukum Adnan Buyung Nasution menilai jika Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh tidak dapat bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jika tidak, maka Qanun perlu direvisi.

"Jika itu adalah aturan yang diatur oleh pemerintah daerah, maka tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi," kata Adnan usai diskusi bertajuk Tolak Rangkap Jabatan Dalam Politik di kantor Concern ABN, Rabu (3/4/2013).

Buyung mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah mengambil langkah tegas. Pasalnya, lambang dan bendera daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Aceh saat ini menyerupai lambang kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka. Sehingga dikhawatirkan justru akan menimbulkan bibit-bibit perpecahan baru.

"Pemerintah harus mengambil sikap dan jangan sampai terlambat," katanya.
DPR Aceh mengesahkan Qanun No 3/2013 pada 22 Maret 2013, tentang Bendera dan lambang Aceh. Dalam Qanun disebutkan bahwa bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka sebagai atribut resmi Pemerintah Aceh.

Kementerian Dalam Negeri menyebutkan penetapan bendera Aceh berbenturan dengan Peraturan Pemerintah No 77/2007, yang melarang daerah mengadopsi atribut kelompok separatis.(dbs)

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan, dan kesejahteraan petani Aceh

MISI
Memfasilitasi, mengadvokasi, mencerdaskan dan menjembatani aspirasi petani Aceh untuk terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan dan kesejahteraan petani.