Jadikan Aceh Sentral kakao : Lahan Telantar Perlu Segera Diidentifikasi

Foto: AntaraBANDA ACEH - Sedikitnya 120.000 hektare lahan telantar di Aceh dapat dikonversi untuk ditanami kakao (cokelat). Pemanfaatan lahan ini berguna untuk mencapai target menjadikan Aceh sebagai wilayah sentra kakao. Hasil dari konferensi kakao Aceh yang digelar 10-11 Maret merumuskan diperlukannya identifikasi lahan kosong di Aceh sesegera mungkin.

Selain pemanfaatan lahan kosong, produksi kakao tahun 2011 ini juga akan digenjot lewat Gerakan Nasional Kakao yang dipusatkan di empat kabupaten, yaitu Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, dan Aceh Timur dengan total luasan mencapai 4.800 hektare. “Saat ini lahan kakao di Aceh seluas 75.000 hektare. Secara topografi Aceh berpotensi besar untuk pengembangan kakao,” kata Component Asistant Swisscontact (ACC), T Zulkarnaen, Jumat (11/3). Saat ini dia menyebutkan, produktivitas kakao Aceh masih relatif rendah yakni sekitar 400 kg per hektare. Sementara nasional sebanyak 700 kilogram per hektarenya. Di beberapa tempat di luar Aceh, produktivitas kakao bahkan sudah mampu mencapai 2 ton per hektar.

Masih rendahnya produktivitas kakao di Aceh, lanjut dia antara lain disebabkan sistem budidaya kakao yang belum memenuhi syarat seperti penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemangkasan dan paska panen. Rekomendasi lain dari konferensi kakao ini adalah meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan Pemberlakuan Bea Ekspor Kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No.67/PMK.011/2010. “Peraturan ini dirasakan sangat memberatkan petani dan pengusaha kakao.

Beberapa alternatif yang ditawarkan forum seperti memberikan dispensasi pemberlakuan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk Aceh selama 3 -5 tahun. Harga yang berubah-ubah menurut harga internasional, sangat merugikan petani dan pedagang coklat.” ungkap Zulkarnaen.

Pemberlakuan Permendag No.57/M-DAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, juga mempengaruhi program pengembangan kakao Aceh. Permendag ini menghambat ekspor melalui Pelabuhan Krueng Geukueh di Aceh Utara. “Kapal yang datang karena terkena peraturan harus datang dalam keadaan kosong. Akibatnya kapal tak bisa masuk untuk mengangkut kakao Aceh,” tandas dia.

Konferensi Kakao Internasional kemarin telah berlangsung sejak Kamis (10/3), diselenggarakan oleh Swisscontact, Multi Donor Found (MDF), dan Program Peningkatan Ekonomi Kakao Aceh (PEKA), di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh. Acara dibuka oleh Gubernur Aceh yang diwakili Sekda T Setia Budi. Peserta yang hadir sebanyak 75 orang yang berasal dari petani, pedagang, instansi pemerintah, swasta, eksportir, dan pengusaha kakao di Aceh.(ami/gun)

Sumber : Serambi Indonesia
Foto : Antara

0 komentar:

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan, dan kesejahteraan petani Aceh

MISI
Memfasilitasi, mengadvokasi, mencerdaskan dan menjembatani aspirasi petani Aceh untuk terwujudnya kedaulatan, kemandirian, keadilan dan kesejahteraan petani.